Pages

Kamis, 23 Mei 2013

"CARA MENGUNDANG MALAIKAT KE RUMAH"


Bismillahirrahmanirrahim..

Tak seorang muslimpun yang tidak menginginkan rumah mereka senantiasa dihadiri oleh para Malaikat Allah dan dijauhkan dari syetan. Karena kehadiran Malaikat di rumah mereka akan melahirkan aura ketenteraman dan kesejukan dan kedamaian rohani yang mengalir di rumah tersebut. Kehadiran mereka akan membuat rumah kita laksana surga.

Diantara para Malaikat itu ada yang sengaja keliling untuk menebarkan rahmat dan kedamaian di tengah manusia sebagaimana syetan berkeliling untuk menebarkan kejahatan dan kesesatan di tengah mereka.

Lalu rumah apa sajakah yang akan dihadiri para Malaikat itu? Diantaranya adalah :

1. Rumah yang dihuni oleh orang yang senantiasa diisi dzikir kepada Allah serta yang di dalamnya ada ruku' dan sujud (sholat).

2. Rumah yang senantiasa bersih.

3. Rumah yang dihuni oleh orang yang jujur dan menepati janji.

4. Rumah yang dihuni oleh orang-orang yang senantiasa menyambung tali silaturahim.

5. Rumah yang dihuni oleh orang yang makanannya halal.

6. Rumah yang dihuni oleh orang yang senantiasa berbuat baik kepada kedua orang tuanya.

7. Rumah yang senantiasa ada tilawah (bacaan) Al-Qur'an

8. Rumah yang dihuni oleh para penuntut ilmu.

9. Rumah yang penghuninya ada isteri solehah.

10. Rumah yang bersih dari barang-barang haram.

11. Rumah yang dihuni oleh orang yang rendah hati, sabar, tawakal, qana’ah (rendah hati), dermawan, pemaaf yang senantiasa bersih lahir batin dan para penghuninya makan tidak terlalu banyak.

Dengan membaca Al-Qur'an maka akan turun Malaikat Rahmat, akan datang kebaikan dan tumbuh ketenangan di dalam rumah kita. Rumah yang tidak ada bacaan Al-Qur'an maka ketahuilah bahwa rumah itu sebenarnya laksana kuburan walaupun penghuninya masih bernyawa.

Mengenai penuntut ilmu yang dinaungi Sayap Malaikat, Rasulullah bersabda :

“Sesungguhnya Malaikat membentangkan sayapnya untuk para penuntut ilmu karena suka dengan apa yang sedang dia tuntut.” (H.R. Tirmidzi).

Rumah-rumah yang akan dijauhi malaikat misalnya, rumah yang di dalamnya ada anjing, ada patung-patung dan gambar-gambar, dan ada bau busuk di rumah itu.

Islam adalah Agama yang cinta kebersihan sehingga mengingatkan bahayanya memiliki anjing, bahkan melarang memelihara anjing kecuali untuk kepentingan penjagaan keamanan atau pertanian. Tidak sedikit nash Hadits yang menyatakan bahwa Malaikat Rahmat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan pahala pemilik anjing akan susut atau berkurang.

Rasulullah bersabda: “Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan juga tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat gambar(patung).” (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad. Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah)

SubhanAllah..
Semoga kita bisa menjadikan rumah kita menjadi seperti diatas agar para Malaikat senantiasa hadir dalam rumah kita.

Aamiin Ya Rabbal 'Alamin.

Rabu, 22 Mei 2013

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN CA NASOFARING


A. PENGERTIAN          
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)

B. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI     
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500 kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).  




C. Tanda dan Gejala    

Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain : 
1. Gejala nasofaring          
Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor)     
2. Gangguan pada telinga          
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
3. Gangguan mata dan syaraf    
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.           
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak. 
4. Metastasis ke kelenjar leher  
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 147 -148).  

D. Pemeriksaan Penunjang           
a. Nasofaringoskopi         
b. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.   
c. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
d. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.        
e. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 148 - 149).          

E. Penatalaksanaan Medis  
a. Radioterapi merupakan pengobatan utama         
b. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.


F. Pengkajian     
a. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara     
b. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.  
c. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).
d. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
e. Tanda dan gejala :        
 Aktivitas
Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas. 
 Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan
 Integritas ego   
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.        
 Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen. 
 Makanan/cairan
Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit. 

 Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
 Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
 Pernapasan
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan
 Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit. 
 Seksualitas
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.
 Interaksi sosial
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung  
(Doenges, 2000)    


H. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi    
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi karingan saraf
Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol   
Kriteria hasil : mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri .          
Intervensi :  
 Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, frekuensi, durasi
S
 Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung) dan aktivitas hiburan.  
 Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri (teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi) musik, sentuhan terapeutik.
 Evaluasi penghilangan nyeri atau kontrol    
 Kolaborasi : berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin, metadon atau campuran narkotik.           

2. Gangguan sensori persepsi berubungan dengan gangguan status organ sekunder metastase tumor           
Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi
Kriteria hasil : mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan
Intervensi :  
 Tentukan ketajaman penglihatan, apakah satu atau dua mata terlibat.
 Orientasikan pasien terhadap lingkungan    
 Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasi        
 Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur           
 Bicara dengan gerak mulut yang jelas           
 Bicara pada sisi telinga yang sehat     

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah sekunder kemoterapi radiasi
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.          
Kriteria hasil :        
 Melaporkan penurunan mual dan insidens muntah
 Mengkonsumsi makanan dan cairan yang adekuat
 Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab
 Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan
Intervensi :  
 Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi pasien           
 Berikan dorongan higiene oral yang sering
 Berikan antiemetik, sedatif dan kortikosteroid yang diresepkan
 Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama dan setelah pemberian obat, kaji masukan dan haluaran.        
 Pantau masukan makanan tiap hari. 
 Ukur TB, BB dan ketebalan kulit trisep (pengukuran antropometri)
 Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan masukan cairan adekuat.  
 Kontrol faktor lingkungan (bau dan panadangan yang tidak sedap dan kebisingan)

4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder imunosupresi    
Tujuan : tidak terjadi infeksi     
Kriteria hasil :        
 Menunjukkan suhu normal dan tanda-tanda vital normal
 Tidak menunjukkan tanda-tanda inflamasi : edema setempat, eritema, nyeri.
 Menunjukkan bunyi nafas normal, melakukan nafas dalam untuk menegah disfungsi dan infeksi respiratori
Intervensi
 Kaji pasienterhadap bukti adanya infeksi :  
 Periksa tanda vital, pantau jumlah SDP, tempat masuknya patogen, demam, menggigil, perubahan respiratori atau status mental, frekuensi berkemih atau rasa perih saat berkemih     
 Tingkatkan prosedur cuci tangan yang baik pada staf dan pengunjung, batasi pengunjung yang mengalami infeksi.           
 Tekankan higiene personal       
 Pantau suhu          
 Kaji semua sistem (pernafasan, kulit, genitourinaria)      

5. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologi, efek radiasi kemoterapi  
Tujuan : integritas kulit tetap terjaga 
Kriteria hasil :        
Menunjukkan perubahan yang minimal pada kulit dan menghindari trauma pada area kulit yang sakit  
Intervensi :  
 Kaji kulit dengan sering terhadap efek samping kanker
 Mandikan dengan menggunakan air hangat dan sabun ringan
 Hindari menggosok atau menggaruk area    
 Anjurkan pasien untuk menghindari krim kulit apapun, bedak, salep apapun kecuali diijinkan dokter.          
 Hindarkan pakaian yang ketat pada aea tersebut  
 Oleskan vitamin A dan D pada area tersebut           
 Tinjau ulang efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi.

6. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral behubungan dengan efek samping agen kemoterapi radiasi
Tujuan : tidak terjadi gangguan pada membran mukosa
Kriteria hasil :        
 Menunjukkan mukosa oral yang bersih dan utuh
 Tidak menunjukkan adanya ulserasi atau infeksi pada rongga mulut
 Melaporkan tidak adanya nyeri, kesulitan menelan dan dehidrasi
Intervensi :  
 Kaji kesehatangigi dan hihiene oral secara periodik
 Kaji rongga mulut tiap hari, perhatikan perubahan pada integritas membran mukosa oral        
 Instruksikan mengenai perubahahn diet misalnya hindari makanan panas atau pedas, anjurkan penggunaan sedotan, mencerna makanan lembut atau diblender.
 Pantau dan jelaskan tanda-tanda tentang superinfeksi oral
 Mulai program higiene oral : gunakan pencuci mulut dari salin hangat, larutan pelarut dari hidrogen peroksida, sikat dengan sikat gigi/benang gigi, pertahankan bibir lembab dengan pelumas bibir.        

7. Gangguan harga diri berhubugan dengan efek samping radioterapi: kehilangan rambut         
Tujuan : gangguan harga diri teratasi
Kriteria hasil : Mengungkapkan perubahan gaya hidup tentang perasaan tidak berdaya, putus asa           
Intervensi :  
 Tinjau ulang efek samping yang diantisipasi berkenaan dengan pengobatan tertentu       
 Dorong diskusi tentang/pecahkan masalah tentang efek kanker
 Akui kesulitan yang mungkin di alami           
 Evaluasi struktur pendukung yang ada dan digunakan oleh pasien /orang terdekat
 Beri dukungan emosi untuk pasien/orang terdekat selama tes diagnostik dan fase pengobatan 
 Gunakan sentuhan selama interaksi   

8. Konstipasi/diare berhubungan dengan iritasi mukosa GI sekunder kemoterapi
Tujuan : gangguan defekasi tidak terjadi       
Kriteria hasil : Mempertahankan konsistensi atau pola defekasi umum


Intervensi :  
 Kaji bising usus, gerakan usus termasuk frekuensi, konsistensi.
 Pantau masukan dna haluaran serta berat badan
 Dorong masukan cairan adekuat, peningkatan serat diet, latihan
 Pastikan diet yang tepat; hindari makanan tinggi lemak, makanan serat tinggi, kafein tinggi.
 Periksa infeksi bila tidak defekasi selama 3 hari atau distensi abdomen
 Berikan cairan IV, agen antidiare, laksatif.  

9. Resiko terhadap perdarahan berhubungan dengan gangguan sistem hematopoetik
Tujuan : perdarahan dapat teratasi
Kriteria hasil :
 Tanda dan gejala perdarahan teridentifikasi
 Tidak menunjukkan adanya darah feses, urin atau emesis
 Tidak menunjukkan perdarahan gusi
Intervensi :  
 Kaji terhadap potensial perdarahan : pantau jumlah trombosit
 Kaji terhadap perdarahan : petekhie, penurunan Hb Ht, perdarahan dari orifisium tubuh
 Instruksikan cara-cara meminimalkan perdarahan : gunakan sikat gigi halus, hindari cairan pembilas mulut komersial, hindari makanan yang sulit dikunyah
 Lakukan tindakan meminimalkan perdarahan : hindari mengukur suhu rektal, hindari suntikan IM, lembabkan bibir dengan petrolatum, mempertahankan masukan cairan           
 Gunakan pelunak feses atau tingkatkan serat dalam diet.
S
(Doenges, 2000)

Askep Miopia



Definisi
Kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina. 3 Seorang penderita miopia akan mengalami kesulitan melihat benda yang letaknya jauh, namun dapat dengan jelas melihat benda yang letaknya dekat dengan kata lain seorang penderita miopia yang tidak bisa melihat benda di kejauhan akan melihat benda tersebut dengan lebih jelas setelah mendekatinya. Miopia pada umumnya dimulai pada usia kanak-kanak dan memburuk secara progresif sampai dewasa pada usia sekitar 18 sampai 21 tahun. 4 Insiden miopia pada masyarakat mencapai 20% sampai 30% dari seluruh populasi masyarakat.5 Sumber lain menyatakan miopia adalah masalah gangguan penglihatan yang paling umum di dunia. Sekitar seperempat dari penduduk dewasa di Amerika Serikat adalah penderita miopia. Di Jepang, Singapura, dan Taiwan sepertiga sampai separo populasi dewasanya adalahpenderita miopia. 6
Etiologi
Padamiopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat.3 Miopia yang disebabkan oleh daya pembiasan yang terlalu kuat penyebabnya mungkin terletak pada kornea (kornea yang terlalu melengkung misalnya pada: keratokonus, keratoglobus, keratektasi) sedangkan pada lensa misalnya pada lensa yang terlalu cembung pada katarak imatur, dislokasi lensa. Atau pada cairan mata sendiri seperti pada diabetes melitus. 8
Klasifikasi
Dikenal beberapa bentuk miopia sebagai berikut:1
a.Miopia Refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.
b.Miopia Aksial
Miopia akibat panjangnya sumbu bola mata dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk: :1
a.Miopia Stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa
b.Miopia Progresif, miopia yang bertambah terus pada usia akibat bertambah panjangnyabola mata
c.Miopia Maligna, miopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan atau sama dengan Miopia pernisiosa/ Miopia degeneratif. Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya bila miopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina.
Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi: 3
a.Miopia ringan : S -0.25 s/d S-3.00
b.Miopia sedang : S -3.25 s/d S -6.00
c.Miopia berat : S -6.25 atau lebih
Berdasarkan perjalanan klinis, dibagi: 3
1.Miopia simpleks : dimulai pada usia 7 – 9 tahun dan akan bertambah sampai anak berhenti tumbuh usia +/- 20 tahun
2.Miopia progresif : miopia bertambah secara cepat (+/-4.0 D / tahun)
dan sering disertai perubahan vitreo-retinal
Patofisiologi
  1. Miopia aksial karena sumbu aksial mata lebih panjang dari normal
  2. Miopia kurvatura karena kurvatura atau lensa kornea lebih kuat dari normal
  3. Miopia indeks karena indeks bias mata lebih tinggi dari normal
Penderita miopia memiliki kelainan refraksi. Hal ini berarti sinar yang datang menuju mata dibiaskan dengan tidak tepat sehingga menghasilkan bayangan yang tidak tepat pula. Penderita yang memiliki bola mata yang terlalu panjang atau kornea nyang terlalu melengkung menyebabkan sinar yang masuk ke mata dibiaskan tidak tepat pada retina (di depan retina) sehingga menyebabkan penglihatan penderita menjadi kabur. Miopia diturunkan dalam keluarga dan sudah tampak pada masa kanak-kanak. Kadang-kadang keadaan miopia pada penderita dapat menetap (stasioner) namun bisa juga memburuk seiring bertambahnya usia penderita.5
Gejala Klinis
a. Gejala Subyektif
§Seorang penderita myopia akan mengeluh penglihatan jauh kabur, sedangkan untuk melihat dekat tetap jelas.
§Kadang-kadang dalam lapangan pandangannya, penderita melihat titik-titik, benang-benang, nyamuk-nyamuk yang disebabkan oleh jaringan retina perifer yang mengalami proses degenerasi dan terlepas ke dalam corpus vitreus.
§Padamiopia tinggi (miopia di atas 6 D), karena punctum remotum terletak lebih dekat dari 16-17 cm dari mata, maka titik terjauh yang masih jelas terlihat olehnya ialah 16-17 cm. Ia harus berkonvergensi lebih banyak dari biasa, sehingga akan menimbulkan astenopia oleh konvergansi yang berlebih (asthenovergens). 8
b. Gejala Obyektif
§Bilik mata depan dalam karena hipotrofi corpus siliaris akibat tidak dipakainya otot-otot akomodasi.
§Pupil lebar (midriasis) akibat tidak/ kurangnya akomodasi.
§Pada miopia aksial kadang-kadang telihat kekeruhan badan kaca berupa vitreus floaters.
§Pada miopia aksial dapat terlihat perubahan-perubahan pada fundus okuli, misalnya trigoid fundus dan miotpic crescent yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus miopia, yang terdapat pada daerah papil saraf optik akibat tertutupnya sklera oleh koroid. 8, 1
Pemeriksaan
Refraksi Subyektif
Metoda ”Trial and Error”
a. Alat
§Kartu Snellen
§Bingkai Percobaan
§Sebuah set lensa3,9,1
b. Teknik
§Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak6 meter
§Pada mata dipasang bingkai percobaan
§Satu mata ditutup dengan okluder
§Penderita disuruh membaca kartu Snellen mulai dari huruf terbesar (teratas) dan diteruskan sampai pada huruf terkecil yang masih bisa dibaca.
§Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan menjadi lebih baik ditambah kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat membaca huruf pada baris terbawah sampai terbaca baris 6/6.
§Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.9,1
c. Nilai
Bila dengan S -1.50 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S -1.75 penglihatan 6/6, sedang dengan S -2.00 penglihatan 6/7.5 maka pada keadaan ini derajat miopia mata yang diperiksa adalah -1.50 dan kacamata dengan ukuran ini diberikan pada penderita. Pada penderita miopia selamanya diberikan lensa sferis minus terkecil yang memberikan tajam penglihatan terbaik. 9,1
2.2.6.2 Refraksi obyektif
a.Retinoskopi : dengan lensa kerja / + 2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus yang bergerak berlawanan dengan arah gerakan retinoskopi (against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi
b.Autorefraktometer (komputer) 3
2.2.7 Penatalaksanaan
a. Kacamata
Koreksi dengan lensa sferis negatif terlemah yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik3
b. Lensa kontak
Untuk : anisometropia
miopia tinggi3
c.Bedah refraktif
§Bedah refraktif kornea : tindakan untuk mengubah kurvatura permukaan anterior kornea (Excimer laser, operasi Lasik)
§Bedah refraktif lensa : tindakan akstraksi lensa jernih, biasanya diikuti dengan implamantasi lensa intraokuler 3
2.2.8 Komplikasi
1.Ablasio retina terutama pada miopia tinggi
2.Strabismus
§Esotropia bila miopia cukup tinggi bilateral
§Exotropia pada miopia dengan anisometropia
3.Ambliopia terutama pada miopia dan anisometropia3

Prognosis
Kacamata dan lensa kontak (tidak selalu) dapat memperbaiki visus sampai 6/6. Bedahrefraktif dapat memberikan perbaikan permanen. Sedangkan faktor genetic yang menyebabkan/ mempengaruhi perubahan dan memperparah perjalanan miopia tidak dapat diubah. Beberapa faktor lingkungan masih dapat diubah, hal tersebut antara lain: mengurangi pekerjaan yang memerlukan penglihatan dekat misalnya: membaca dan bekerja dalam ruangan dengan penerangan yang baik, menyempatkan istirahat di sela waktu bekerja di depan komputer atau di depan mikroskop dalam waktu yang lama, perkaya nutrisi. 11

Senin, 20 Mei 2013

MAKALAH ASKEP ATELEKTASIS


BAB I
PENDAHULUAN
 A.    Latar Belakang

Atelektasis berkenaan dengan kolaps dari bagian paru. Kolaps ini dapat meliputi subsegmen paru atau seluruh paru. Atelektasis dapat terjadi pada wanita atau pria dan dapat terjadi pada semua ras. Atelektasis lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda daripada anak yang lebih tua dan remaja.
Stenosis dengan penyumbatan efektif dari suatu bronkus lobar mengakibatkan atelektasis (atau kolaps) dari suatu lobus, dan radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda pengempisan lobus. Secara patologik, hampir selalu ada pula kelainan-kelainan lain di samping tidak adanya udara daripada lobus dan posisi yang disebabkannya daripada dinding-dinding alveolar dan bronkhiolar.
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis yang perlu pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika serikat diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Jerman 6 juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat di dalam merawat klien dengan penyakit paru yang mengalami atelektasis secara komprehensif bio psiko sosial dan spiritual.
Penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).

 B.     Rumusan Masalah
  1. Apa definisi atelektasis?
  2. Bagaimana anatomi fisiologi saluran nafas?
  3. Apa saja macam-macam  atelektasis?
  4. Bagaimana etiologi atelektasis?
  5. Bagaiamana patofisiologi atelektasis?
  6. Bagaimana gejala atelektasis?
  7. Bagaimana gambaran radiologis atelektasis?
  8. Bagaimana cara pencegahan dan pengobatan atelektasis?
  9. Bagaiamana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan atelektasis?
 C.    Tujuan
  1. Mengetahui definisi atelektasis.
  2. Mengetahui anatomi fisiologi saluran nafas.
  3. Mengetahui macam-macam  atelektasis.
  4. Mengetahui etiologi atelektasis.
  5. Mengetahui patofisiologi atelektasis.
  6. Mengetahui gejala atelektasis.
  7. Mengetahui gambaran radiologis atelektasis.
  8. Mengetahui cara pencegahan dan pengobatan atelektasis.
  9. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan atelektasis.

BAB II
TINJAUAN TEORI
  A.    Definisi Atelektasis

Atelektasis adalah penyakit restriktif akut yang umum terjadi, mencakup kolaps jaringan paru atau unit fungsional paru. Atelektasis merupakan masalah umum klien pascaoperasi.
Ateletaksis adalah ekspansi yang tidak sempurna paru saat lahir (ateletaksis neokatorum) atau kolaps sebelum alveoli berkembang sempurna, yang biasanya terdapat pada dewasa yaitu ateletaksis didapat (acovired aeletacsis).
Atelektasis (Atelectasis)adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang mengalami hambatan berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru berkembang atau sama sekali tidak terisi udara.
Sebagai dasar gambaran radiologis pada atelektasis adalah pengurangan volume bagian paru baik lobaris, segmental atau seluruh paru, dengan akibat kurangnya aerasi sehingga memberi bayangan lebih suram (densitas tinggi) dengan penarikan mediastinum kearah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas dan sela iga menyempit.
Dengan adanya atelektasis, maka bagian paru sekitarnya mengalami suatu enfisema kompensasi yang kadang-kadang begitu hebatnya sehingga terjadi herniasi hemithorak yang sehat kearah hemethorak yang atelektasis.
B.     Anatomi Fisiologi Saluran Nafas
Saluran pernapasan udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkhiolus. Saluran dari bronkus sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara, laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus dianalogkan sebagai suatu pohon dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Bronkus terdiri dari bronkus kiri dan kanan yang tidak simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea, cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis, percabangan ini berjalan menuju terus menjadi bronkus yang ukurannya sangat kecil sampai akhirnya menjadi bronkus terminalis yaitu saluran udara yang mengandung alveoli, setelah bronkus terminalis terdapat asinus yaitu tempat pertukaran gas.
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, yang terletak dalam rongga dada atau thorak. Kedua paru-paru saling berpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apek dan basis. Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, saraf dan pembuluh darah limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru. Paru-paru kanan lebih besar daripada paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi tiga lobus oleh fisura interlobaris, paru-paru kiri dibagi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya. Suatu lapisan yang kontinu mengandung kolagen dan jaringan elastis dikenal sebagai pleura yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru-paru (pleura vesiralis).
Peredaran darah paru-paru berasal dari arteri bronkilais dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru. Arteri bronchial berasal dari aortatorakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronkialis yang besarmengalirkan darahnya ke dalam sistem azigos, yang kemudian bermuara pada vena cava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah vena pulmonalis. Karena sirkulasi bronchial tidak berperan pada pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2 sampai 3% curah jantung. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena campuaran keparu-paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutupi alveolus, merupakan kontak erat yang diperlukan untuk proses pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena pulmonaliske ventrikel kiri, yang selanjutnya membagikan kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.
C.    Macam-macam  Atelektasis
Berdasarkan Faktor yang Menimbulkan
1. Atelektasis Neonatorum
Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam otak tidak matur dan gerakan pernapasan masih terbatas. Faktor pencetus termasuk komplikasi persalinan yang menyebabkan hipoksia intrauter.
Pada autopsy, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non crepitant, lembek dan alastis. Yang khas paru ini tidak mampu mengembang di dalam air. Secara histologis, alveoli mempunyai paru bayi, dengan ruang alveoli kecil yang seragam, dilapisi dindingin septa yang tebal yang tampak kisut. Epitel kubis yang prominem melaposi rongga alveoli dan sering terdapat edapan protein granular bercampur dengan debris amnion dan rongga udara. Atelektasi neonatorum pada sistem, gawat napas, telah di bahas disebelumnya.
2. Atelektasis Acquired atau Didapat
Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang menyebabkan kolaps dari ruang udara, yang sebelumnya telah berkembang. Jadi terbagi atas atelektasis absorpsi, kompresi, kontraksi dan bercak. Istilah ini banya menyangkut mechanisme dasar yang menyebabkan paru kolaps atau pada distribusi dari perubahan tersebut.
  • Ø Altelektasis absorpsi terjadi jika saluran pernapasan sama sekali tersumbat sehingga udara tidak dapat memasuki bagian distal parenkim. Udara yang telah tersedia secara lambat laun memasuki aliran darah, disertai dengan kolapsnya alveoli. Tergantung dari tingkat obstruksi saluran udara, seluruh paru, merupakan lobus yang lengkap, atau bercak segmen dapat terlibat. Penyebab tersering dari kolaps absorbsi adalah abstruksi bronchus oleh suatu sumbatan mucus. Hal ini sering terjadi pasca operasi. Asma bronchial, bronkiektasis dan bronchitis akut serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta kronis. Dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi karena sumbatan bahan mukopurulen. Kadang-kadang obstruksi disebabkan oleh aspirasi benda asing atau bekuan darah, terutama pada anak atau selama operasi rongga mulut atau anestesi. Saluran udara dapat juga ter sumbat oleh tumor, terutama karsinoma bronkogenik dengan pembesaran kelenjar getah bening (seperti pada tuberculosis, contohnya) dan oleh aneurisma pembuluh darah.
  • Ø Atelektasis kompresi paling sering dihubungkan dengan penimbunan cairan darah atau udara dalam kavum pleura, yang secara mekanis menyebabkan kolaps paru di sebelahnya. Ini adalah kejadian yang sering pada efusi pleura dari penyebab apa pun, namun mungkin yang paling sering dihubungkan dengan hidrotoraks pada payah jantung kongesti. Pneumotoraks dapat juga menyebabkan atelektasis kompresi pada penderita dengan tirah baring dan penderita denan asites, atelaktasis basal menyebabkan posisi diafragma yang lebih tinggi.

  • Ø Atelektasis kontraksi terjadi bila perubahan fibrosis pada paru dan pleura yang menghambat ekspensi dan meningkatkan daya pegas pada ekspirasi.

  • Ø Atelektasis bercak bearti adanya daeah kecil-kecil dari kolaps paru, sepeti terjadi pada obstruksi bronkioli yang multiple karena sekresi atau eksudat pada kedua sindrom gawat napas orang dewasa dan bayi.  Pada sebagian kecil kasus, atelektasis terjadi karena patogenesis tertentu yang menyertai jelas pada dinding dada.
Atelektasis didapat (acquired) dapat akut atau kronis. Biasanya timbul karena sumbatan mucus yang relatif akut, yang menjadi manifest karena mendadak timbul sesak napas. Memang peristiwa sesak napas akut dalam 48 jam setelah satu prosedur pembedahan, hampir selalu didiagnosis sebagai atelektasis. Yang penting adalah atelektasis dapat didiagnosis dini dan terjadi reekspensi yang tepat dari paru yang terkena, karena perenkim yang kolaps amit peka terhadap infeksi yang menunggagi. Atelektasis persisten segmen paru mungkin merupakan bagian penting untuk terjadinya karsinoma bronkogenik yang diam-diam.
Berdasarkan luasnya atelektasis
  1. Massive atelectase, mengenai satu paru
  2. Satu lobus, percabangan main bronchus
Gambaran khas yaitu inverted S sign  →  tumor ganas bronkus dengan atelectase lobus superior paru.
  1. Satu segmen  → segmental atelectase
  2. Platelike atelectase, berbentuk garis
Misal : Fleischner line  →  oleh tumor paru
Bisa juga terjadi pada basal paru  →  post operatif
Berdasarkan lokasi atelektasis
  1. Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris bawah paru kiri, maka akan tersembunyi dibelakang bayangan jantung dan pada foto thorak PA hamya memperlihatkan diafragma letak tinggi.
  2. Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering disebabkan peradangan atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang membesar.
  3. Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan densitas tinggi dengan tanda penarikan fissure interlobaris ke atas dan trakea ke arah atelektasis.
  4. Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada foto thoraj PA, maka perlu pemotretan dengan posisi lain seperti lateral, miring (obligue), yang memperlihatkan bagian uang terselubung dengan penarikan fissure interlobularis.
  5. Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila penyumbatan terjadi pada bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi bayangan horizontal tipis, biasanya dilapangan paru bawah yang sering sulit dibedakan dengan proses fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka biasanya tidak ada keluhan.
  6. Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada bagian ini meliputi bagian anterior, superior dan medial. Pada foto thorak PA tergambarkan dengan fisura minor bagian superior dan mendial yang mengalami pergeseran. Pada foto lateral, fisura mayor bergerak ke depan, sedangkan fisura minor dapat juga mengalamai pergeseran ke arah superior.
D.    EtiologiEtiologi terbanyak dari atelektasis adalah terbagi dua yaitu intrinsik dan ekstrinsik.
î  Etiologi intrinsik atelektasis adalah sebagai berikut :
  • Bronkus yang tersumbat, penyumbatan bias berasal di dalam bronkus seperti tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif. Dan penyumbatan bronkus akibat panekanan dari luar bronkus seperti tumor sekitar bronkus, kelenjar yang membesar.
  • Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan sekret yang berupa mukus.
  • Tekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh pneumothorah, cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi alat perut ke dalam rongga thorak, tumor thorak seperti tumor mediastinum.
  • Paralisis atau paresis gerakan pernapasan, akan menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna, misalkan pada kasus poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya. Gerak napas yang terganggu akan mempengaruhi lelancaran pengeluaran sekret bronkus dan ini akan menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan memperberat keadaan atelektasis.
  • Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thorak yang menahan rasa sakit, keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret bronkus yang dapat memperberat terjadinya atelektasis
î  Etiologi ekstrinsik atelektasis:
  • Pneumothoraks
  • Tumor
  • Pembesaran kelenjar getah bening.
  • Pembiusan (anestesia)/pembedahan
  • Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi
  • Pernafasan dangkal
  • Penyakit paru-paru
E.     PatofisiologiSetelah penyumbatan bronchial yang terjadi secara mendadak sirkulasi darah perifer akan diserap oleh udara dari alveoli, yang akan menyebabkan terjadinya kegagalan pernapasan dan penarikan kembali paru-paru dalam beberapa menit, hal ini tanpa desebabkan adanya infeksi. Paru-paru akan menyusut secara komplek. Dalam tingkat awal, perfusi darah paru-paru akan kekurangan udara yang menyebabkan hipoksemi arterial. Jika kapiler dan jaringan hipoksia mengakibatkan timbulnya transudat berupa gas dan cairan serta udem paru. Pengeluaran transudat dari alveoli dan sel merupakan pencegahan komplit kolaps dari atelektasis paru. Daerah sekitar paru-paru yang mengalami udem kompensata sebagian akan kehilangan volume. Bagaimanapun juga pada kasus kolaps yang luas diafragma mengalami paninggian, dinding dada nyeri dan hal ini akan mempengaruhi perubahan letak hati dan mediastinum.
Sesak yang disebabkan merupakan variasi perubahan stimulus pusat respirasi dan kortek serebral. Stimulus berasal dari kemoreseptor di mana terdapat daerah atelektasis yang luas yang menyebabkan tekanan O2 kurang atau berasal dari paru-paru dan otot pernapasan, dimana paru-paru kekurangan oksigen tidak terpenuhi dan penambahan kerja pernapasan. Kiranya aliran darah pada daerah yang mengalami atelektasis berkurang. Tekanan CO2 biasanya normal atau seharusnya turun sedikit dari sisa hiperventilasi parenkim paru-paru yang normal.
Pathway (terlampir)

F. Manifestasi Klinis
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan. Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala sama sekali, walaupun banyak yang menderita batuk-batuk pendek.
î  Gejalanya bisa berupa:
  • gangguan pernafasan
  • nyeri dada
  • batuk
Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah).
Gejala klinis sangat bervariasi, tergantung pada sebab dan luasnya atelektasis. Pada umumnya atelektasis yang terjadi pada penyakit tuberculosis, limfoma, neoplasma, asma dan penyakit yang disebabkan infeksi misalnya bronchitis, bronkopmeumonia, dan pain-lain jarang menimbulkan gejala klinis yang jelas, kecuali jika ada obstruksi pada bronkus utama. Jika daerah atelektsis itu luas dan terjadi sangat cepat akan terjadi dipsneu dengan pola pernapasan yang cepat dan dangkal, takikardi dan sering sianosis, temperatur yang tinggi, dan jika berlanjut akan menyebabkan penurunan kesadaran atau syok. Pada perkusi redup dan mungkin pula normal bila terjadi emfisema kompensasi. Pada atelektasis yang luas, atelektasis yang melibatkan lebih dari satu lobus, bising nafas akan melemah atau sama sekali tidak terdengar, biasanya didapatkan adanya perbedaan gerak dinding thorak, gerak sela iga dan diafragma. Pada perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser, letak diafragma mungkin meninggi.
G.    Gambaran Radiologis
Paru dapat dikatakan mengalami atelektasis bilamana seluruh/ sebagian paru-paru mengempis, akan ada suatu bayangan homogen pada belah itu, dengan jantung dan trakhea beranjak ke jurusan itu dan diafragma terangkat. Bilamana hanya satu lobus yang atelaktasis disebabkan oleh penyumbatan bronkhial, mungkin kelihatan dua kelainan yang karakteristik. Kelainan pertama adalah suatu bayangan yang homogen daripada lobus yang kempis itu sendiri, yang akan menempati ruangan yang lebih kecil daripada bilamana ia berkembang sama sekali.
Suatu lobus kanan atas yang kempis akan kelihatan sebagai suatu daerah yang opak pada puncak, dengan batas tegas yang bersifat konkaf di bawahnya di dekat klavikula yaitu yang diakibatkan oleh fisura horizontalis yang terangkat.
Lobus kiri atas bilamana kempis biasanya mencakup lingula, dan bayangan yang diakibatkannya adalah lebih tidak tegas tanpa batas bawah yang tegas. Akan tetapi pada proyeksi lateral akan kelihatan suatu bayangan berbentuk lidah dengan puncaknya dekat diafragma; di sebelah anterior, ini mungkin sampai kepada sternum, atau mungkin dipisahkan oleh suatu daerah yang translusen yang disebabkan oleh paru-paru kanan yang menyelip diantaranya dan sternum di sebelah posterior bayangan itu mempunyai batas yang tegas dengan batas konkaf yang disebabkan oleh fisura besar yang terdesak ke depan.
Suatu lobus tengah akan menyebabkan suatu bayangan yang sangat tidak tegas pada proyeksi anterior, akan tetapi mungkin mengaburkan batas daripada jantung kanan, pada proyeksi lateral ia akan kelihatan sebagai suatu bayangan berbentuk pita yang membujur dari hilus ke angulus sterno-diafragmatikus. Batas atasnya yang tegas dibentuk oleh fisura horizontalis yang terdekat, sedangkan batas belakangnya yang konkaf oleh fisura mayor yang terdesak ke depan.
Lobus bawah yang kempis menyebabkan suatu bayangan berbentuk segitiga, dengan batas lateral yang tegas yang membujur ke bawah dan keluar dari daerah hilus ke diafragma. Oleh karena ia biasanya terletak di belakang bayangan jantung, ia hanya dapat dilihat bilamana radiograf adalah baik. Pada proyeksi lateral bayangan mungkin kabur sekali, akan tetapi biasanya kehadirannya memberikan tiga gambar; vertebrae torakalis di sebelah bawah akan kelihatan lebih berwarna abu-abu daripada hitam daripada vertebrae di sebelah tengah; bagian posterior daripada bayangan diafragma kiri akan tidak dapat dilihat; dan akhirnya, daerah vertebrae bawah di belakang bayangan jantung akan kurang hitam daripada daerah translusen di belakang sternum.
Gejala-gejala yang karakteristik lainnya adalah konsekuensi daripada bayangan-bayangan vaskuler menjadi kabur di dalam opasitas umum daripada lobus yang tidak mengandung udara, sedangkan bayangan pembuluh-pembuluh darah di dalam lobus yang lain adalah lebih memencar oleh karena ia mengisi suatu volume yang lebih besar. Pembuluh-pembuluh darah hilus pada sebelah yang terkena penyakit akan menunjukkan suatu konveksitas lateral dan bukan suatu konkafitas seperti dalam keadaan normal pada tempat dimana grup daripada lobus atas bertemu dengan arteria basalis di samping itu, hilus akan menjadi lebih kecil daripada di sebelah yang lain, sedangkan pembuluh-pembuluh darah paru-paru akan lebih memencar sehingga per unit daerah akan kelihatan lebih sedikit daripada di sebelah yang lain (normal).  Hanya akan ada sedikit atau sama sekali tidak ada translusensi yang relatif, oleh karena aliran kapiler bertambah besar, sedangkan pendesakan trakhea atau peninggian diafragma biasanya sedikit dan jantung beralih hanya sedikit ke jurusan lobus yang kempis yaitu pada kolaps daripada lobus bawah, atau yang lebih sering sama sekali tidak pada kolaps daripada lobus atas.
Gambar hasil Rontgen (terlampir)
H. Pencegahan dan Pengobatan
î î  Pencegahan
Pengobatan atelektasis didasarkan pada etiologi penyakit. Namun demikian pencegahan adalah faktor terpenting. Kerangka kerja terapi yang mendasar adalah mobilisasi dini dan perubahan posisi sering pada klien tirah baring atau klien pascaoprasi. Napas dalam dengan teratur penting karena pada klien ini umunya terjadi penurunan kesadaran akibat pengaruh anestesi, penurunan mobilitas, dan nyeri (Hanneman, 1995). Bronchodilator dan mukolitik, jika diindikasikan, dan fisioterapi dada akan sangat membantu, ventilasi yang adekuat dapat ditingkatkan denan perubahan posisi, batuk efektif, napas dalam, atau spirometri insentif.
Tanggung jawab keperawatan dalam hal ini adalah memberikan penyuluhan kesehatan tentang pentingnya teknik pernapasan termasuk latihan napas dalam dan teknik batuk efektif, dan aktifitas fisik lainnya sesuai dengan toleransi klien. Tindakan ini terutama penting untuk klien pascaoperatif dan tirah baring.
î  Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis:
  1. Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin.
  2. Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan.
  3. Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terus menerus ke paru-paru sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut
  4. Dorong klien untuk napas dalam dan bentuk efektif untuk mencegah penumpulan sekresi dan untuk mengeluarkan eksidat.
  5. Ubah posisiklien dengan sering dan teratur, terutama dari posisi telentang ke posisi tegak, untuk meningkatkan ventilasi dan mencegak akumulasi sekresi.
  6. Tingkatkan ekspensi dada yang repat selama bernapas untuk penyebaran udara dalam paru-paru secara menyeluruh.
  7. Berikan medikasi atau sedatif secara biajaksana untuk mencegah depresi pernapasan.
  8. Lakukan pengisapan untuk mengeluarkan sekresi trakheobron khiolar.
  9. Lakukan drainase postural dan perkusi dada.
  10. Dorong aktivitas atau ambulasi dini.
  11. Ajarkan teknik sporometri insensif yang tepat.
î  Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali mengembangkan jaringan paru yang terkena.
î  Tindakan yang biasa dilakukan:
  • Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa mengembang
  • Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
  • Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif)
  • Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
  • Postural drainase
  • Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
  • Pengobatan tumor atau keadaan lainnya.
  • Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu diangkat
Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.
î  Pemeriksaan bronkoskopi harus segera dilakukan, apabila atelektasis terjadi karena penyumbatan benda asing. Pemberian oksigenasi harus diberikan pada penderita sesak dan sianosis. Terapi yang diberikan biasanya simtomatis seperti anti sesak, bronkodilator, antibiotik dan kortikosteroid. Fisioterafi sangan berguna seperti perubahan posisi, masase, latihan pernapasan sangat membantu dalam pengembangan kembali paru yang kempis.
î  Pada infeksi yang kronis biasanya dilakukan pemeriksaan bakteriologis yang lebih teliti dan lobektomi sebaiknya tidak dilakukan kecuali jika nfeksi kronis dan melibatkan bagian paru yang sehat atau sudah terjadi bronliektasis pada daerah yang cukup luas
  1. I.       Konsep Asuhan Keperawatan
  2. I.       Pengkajian
    1. Identitas : -
    2. Umur : Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa. Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar.
    3. Tempat tinggal : Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar
    4. Keluhan utama :
      1. Kehilangan nafsu makan, mual/muntah
      2. Sakit kepala daerah frontal ( influenza )
      3. Nyeri dada ( pleuritik ), meningkat oleh batuk
      4. Pernafasan dangkal
      5. Riwayat Masuk : Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).
      6.  Riwayat Penyakit Dahulu : Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita
      7. Pemeriksaan fisik :
        1. Sistem Integumen
          1. Subyektif : -
          2. Obyektif : Kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
ii.Sistem Pulmonal
  1. Subyektif  : Sesak nafas, dada tertekan, cengeng
  2. Obyektif    : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
  3. Sistem Cardiovaskuler
    1. Subyektif  : Sakit kepala
    2. Obyektif    : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun
    3. Sistem Neurosensori
      1. Subyektif  : Gelisah, penurunan kesadaran, kejang
      2. Obyektif    : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
v.Sistem Musculoskeletal
  1. Subyektif  : Lemah, cepat lelah
  2. Obyektif    : Tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
  3. Sistem genitourinaria
    1. Subyektif  : -
    2. Obyektif    : Produksi urine menurun/normal,
    3. Sistem digestif
      1. Subyektif  : Mual, kadang muntah
      2. Obyektif    : Konsistensi feses normal/diare
      3. Studi Laboratorik  :
        1. Hb             : Menurun/normal
        2. Analisa Gas Darah            : Acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
        3. Elektrolit   : Natrium/kalsium menurun/normal
        4. II.    Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin  Muncul
          1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan produk mucus berlebihan dan kental, batuk tidak efektif.
          2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan penurunan volume paru
          3. Intolernsi aktifitas berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah (kelelahan) sekunder terhadap peningkatan  upaya pernapasan
          4. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam kehilangan cairan , masukan cairan kurang karena dispnea
          5. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi paru
          6. Cemas / takut berhubungan dengan hospitalisasi (ICU)
          7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit, prosedur perawatan di rumah sakit.