Pages

Rabu, 12 Desember 2012

ASKEP KOLELITIASIS


ASUHAN KEPERAWATAN KOLELITIASIS
I.                   KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI

     Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu (Brunner & Suddarth, 2001).
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid (Price & Wilson, 2005).

B. ETIOLOGI

     Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya, akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.
Kondisi klinis yang dikaitkan dengan semakin meningkatnya insiden batu empedu adalah diabetes, sirosis hati, pangkreatitis, kanker kandung empedu dan penyakit/reseksi ileum. faktor lainnya adalah obesitas, multipararitas, pertambahan usia, jenis kelamin perempuan dan ingesti segera makanan yang mengandung kalori rendah/lemak rendah (puasa).

C. KLASIFIKASI

     Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Tipe kolesterol.
2. Tipe pigmen empedu.
3. Tipe campuran.

     Batu kolesterol terjadi akibat gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya diatas nilai kritis ke larutan kolesterol dalam empedu.
Tipe pigmen biasanya akibat proses hemolitik atau investasi E. Coli ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi Kristal kalsium bilirubin.

D. PATOFISIOLOGI

Kolelitiasis (Batu empedu)
Tersusun dari pigmen Tersusun dari kolesterol
Proses hemolitik/ Batu pigmen Batu Kolesterol Akibat gangguan
Investasi E. Coli hati

Megnubah bilirubin akibat pigmen yang tak sintesis as. empedu ekskresi kolesterol diglukosonida terkonjugasi mengadakan & pe sintesis meningkat
pengendapan dalam hati
Bilirubin bebas Batu Supersaturasi getah empedu oleh empedu
Kristal kalsium Terutama pada ps. Mengendap
Bilirubin sirosis hepatis,
hemolisis & infeksi Batu
percabangan bilier

Predisposisi batu empedu

Sebagai iritan

Peradangan dalam kandung empedu

E. MANIFESTASI KLINIS

Batu empedu dapat mengalami 2 jenis gejala :
1. Gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri.
2. Gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu.

Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis

1. Rasa Nyeri dan Kolik Bilier
     Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi & akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen.
Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung/bahu kanan ; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah.

2. Ikterus
     Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu : getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning.

3. Perubahan Warna Urin & Feses
     Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat (clay-colored).



4. Defisiensi Vitamin
     Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorbsi vitamin A, D, E & K yang larut dalam lemak. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.

F. DIAGNOSIS

Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi (ultrasonografi & tomografi computer).

G. KOMPLIKASI

     Komplikasi yang penting adalah terjadinya kolesistitis akut & kronik, koledokolitrasis & pankreatitis, yang lebih jarang ialah kolangitis, abses hati, sirosis bilier & ikterus obstruktif.

H. PENATALAKSANAAN

1. Konservatif
a. Diet rendah lemak.
b. Obat-obatan antikolinergik-antispasmodik.
c. Analgesik.
d. Antibiotik, bila disertai kolesistitis.
e. Asam empedu (as. kenodeoksikolat) 6,75-4,5 gr/hr, diberikan dalam    
     waktu lama, dikatakan dapat menghilangkan batu empedu, terutama      
     batu  kolesterol. Asam ini mengubah empedu yang mengandung banyak
     kolesterol (lithogenic bile) menjadi empedu dengan komposisi normal.
     Dapat juga untuk pencegahan, namun efek toksiknya banyak, kadamg-
     kadang diare.

2. Kolesistektomi
     Dengan kolesistektomi, pasien tetap dapat hidup normal, namun seperti biasa. Umumnya dilakukan pada pasien dengan kolik bilier atau diabetes.


II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas/Istirahat
    Gejala : kelemahan.
    Tanda : geilsah.

2. Sirkulasi
    Gejala/Tanda : takikardia, berkeringat.

3. Eliminasi
    Gejala : perubahan warna urine & feses.
    Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urine   
                             gelap, pekat, feses warna tanah liat, steatorea.
  
4. Makanan/Cairan
    Gejala : anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap lemak &  
                             makanan pembentukan gas, regurgitasi berulang, nyeri  
                             epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dyspepsia.
    Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan.

5. Nyeri/Kenyamanan
    Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau   
                             bahu kanan, kolik epigastrium tengah sehubungan dengan
                             makan, nyeri mulai tiba-tiba & biasanya memuncak dalam 30
                             menit.
    Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas
                             ditekan, tanda Murphy positif.

6. Pernapasan
    Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan, penapasan tertekan ditandai
                             oleh napas pendek, dangkal.

7. Keamanan
    Tanda : demam, menggigil, ikterik, dan kulit berkeringat & gatal
                            (pruritus), kecendrungan perdarahan (kekurangan vit. K).

8. Penyuluhan dan Pembelajaran
    Gejala : kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu, adanya
                             kehamilan/melahirkan ; riwayat DM, penyakit inflamasi usus,
                             diskrasias darah.

9. Pemeriksaan Diagnostik
- Darah lengkap : Leukositis sedang (akut).
- Billirubin & amilase serum : meningkat.
- Enzim hati serum-AST (SGOT) : ALT (SGOT), LDH : agak meningkat,
               alkalin fosfat & S-nukleotidase, ditandai pe obstruksi bilier.
- Kadar protombin : menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus
              menurunkan absorpsi vit. K.
- Ultrasound : menyatakan kalkuli & distensi empedu/duktus empedu.
- Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik : memperlihatkan
              percabangan bilier dengan kanulasi duktus koledukus melalui duodenum.
- Kolangiografi transhepatik perkutaneus : pembedaan gambaran dengan
              fluoroskopi antara penyakit kandung empedu & kanker pangkreas.
- CT-Scan : dapat menyatakan kista kandung empedu.
- Scan hati : menunjukkan obstruksi percabangan bilier.

10. Prioritas Keperawatan
1. Menghilangkan nyeri & meningkatkan istirahat.
2. Mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit.
3. Mencegah komplikasi.
4. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis.

11. Tujuan Pemulangan
1. Nyeri hilang.
2. Homeostasis meningkat.
3. Komplikasi dicegah/minimal.
4. Proses penyakit, prognosis & program pengobatan dipahami.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN & INTERVENSI

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen cedera biologis : obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
Hasil yang diharapkan : - Melaporkan nyeri hilang.
- Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi untuk situasi individual.

Intervensi :
- Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap, hilang timbul, kolik).
Rasional : membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi.

- Catat respon terhadap obat, dan laporkan pada dokter bila nyeri hilang.
Rasional : nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menunjukkan terjadinya komplikasi/kebutuhan terhadap intervensi lebih lanjut.

- Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
Rasional : tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra abdomen, namun pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alamiah.

- Control suhu lingkungan.
Rasional : dingin pada sekitar ruangan membantu meminimalkan ketidaknyamanan kulit.




- Dorong menggunakan tehnik relaksasi, contoh : bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan nafas dalam, berikan aktivitas senggang.
Rasional : meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat meningkatkan koping.

- Sediakan waktu untuk mendengar dan mempertahankan kontak dengan pasien sering.
Rasional : membantu dalam menghilangkan cemas dan memusatkan kembali perhatian yang dapat menghilangkan nyeri.

- Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : menghilangkan reflex spasme/kontraksi otot halus dan membantu dalam manajemen nyeri.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui pengisapan gaster berlebihan : muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster.
Hasil yang diharapkan : - Menunjukkan keseimbangan cairan adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil.
- Membrane mukosa lembab.
- Turgor kulit baik.
- Pengisian kapiler baik.
- Secara individu mengeluarkan urin cukup dan tak ada muntah.

Intervensi :
- Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang dari masukan, peningkatan berat jenis urin, nadi perifer, dan pengisian kapiler.
Rasional : memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.

- Awasi tanda/gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen, kelemahan, kejang, kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia, hipoaktif, atau tak adanya bising usus, depresi pernapasan.
Rasional : muntah berkepanjangan, aspirasi gaster, dan pembatasan pemasukan oral dapat menimbulkan deficit natrium, kalium, dan klorida.

- Hindarkan dari lingkungan yang berbau.
Rasional : menurunkan rangsangan pada pusat muntah.

- Lakukan kebersihan oral dengan pencuci mulut ; berikan minyak.
Rasional : menurunkan kekeringan membrane mukosa, menurunkan risiko perdarahan oral.

- Gunakan jarum kecil untuk injeksi dan melakukan tekanan pada bekas suntikan lebih lama dari biasanya.
Rasional : menurunkan trauma, risiko perdarahan/pembentukan hematom.

- Kaji perdarahan yang tak biasanya, contoh perdarahan terus-menerus pada sisi injeksi, mimisan, perdarahan gusi, ekimosis, ptekie, hematemesis/melena.
Rasional : protombin darah menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran empedu terhambat, meningkatkan risiko perdarahan/hemoragik.

- Pertahankan pasien puasa sesuai keperluan.
Rasional : menurunkan sekresi dan motilitas gaster.

3. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Hasil yang diharapkan : - Melaporkan mual/muntah hilang.
- Menunjukkan kemajuan mencapai berat badan atau mempertahankan berat badan individu yang tepat.

Intervensi :
- Hitung masukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal.
Rasional : mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi, berfokus pada masalah membuat suasana negative dan mempengaruhi masukan.

- Timbang sesuai indikasi.
Rasional : mengevaluasi keefektifan rencana diet.

- Konsul tentang kesukaan/ketidaksukaan pasien, makanan yang menyebabkan distress, dan jadwal makan yang disukai.
Rasional : melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuka makan.

- Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan berbau.
Rasional : untuk meningkatkan nafsu makan/menurunkan mual.

- Berikan kebersihan oral sebelum makan.
Rasional : mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.

- Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
Rasional : membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan distensi abdomen, mempengaruhi penyembuhan dan rasa sehat dan menurunkan kemungkinan masalah sekunder sehubungan dengan imobilisasi.

- Konsul dengan ahli diet/tim pendukung nutrisi sesuai indikasi.
Rasional : berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual melalui rute yang paling tepat.

4. Kurang Pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Hasil yang diharapkan :
- Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan, prognosis.
- Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi :
- Berikan penjelasan/alasan tes dan persiapannya.
Rasional : informasi menurunkan cemas, dan rangsangan simpatis.

- Kaji ulang proses penyakit/prognosis, diskusikan perawatan dan pengobatan, dorong pertanyaan, ekspresikan masalah.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi. Komunikasi efektif dan dukungan turunkan cemas dan tingkatkan penyembuhan.

- Diskusikan program penurunan berat badan bila diindikasikan.
Rasional : kegemukan adalah fakor risiko yang dihubungkan dengan kolesistitis, dan penurunan berat badan menguntungkan dalam manajemen medik terhadap kondisi kronis.

- Anjurkan pasien untuk menghindari makanan/minuman tinggi lemak (contoh : susu segar, es krim, mentega, makanan gorengan, kacang polong, bawang, minuman karbonat), atau zat iritan gaster (contoh : makanan pedas, kafein, sitrun).
Rasional : mencegah/membatasi terulangnya serangan kandung empedu.



ASUHAN KEPERAWATAN KOLELITIASIS DENGAN NANDA, NOC, NIC
Diposkan oleh Rizki Kurniadi

A.     Pengertian :
             Kolelitiasis (batu empedu) terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidennya semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun, semakin meningkat pada usia 75 tahun.
       KOLESISTITIS
Infeksi pada kandung empedu ada yang akut dan kronis. Kolesistitis akut biasanya disertai nyeri tekan dan kekakuan pada abdomen kuadran kanan atas, mual muntah dan tanda tanda yang umum dijumpai pada inflamasi akut.
Kolesistitis kalkulus terdapat pada > 90% pasien kolesistitis akut. Pada kolesistitis kalkulus , batu kandung empedu menyumbat saluran keluar empedu. Getah empedu yang tetap berada dalam kandung empedu akan menimbulkan reaksi kimia, edema dan pembuluh darah dalam kandung empedu akan terkompresi sehingga suplai vaskulernya terganggu.
Kolesistitis akalkulus merupakan inflamasi kandung empedu tanpa sumbatan oleh batu empedu, tetapi timbul setelah tindakan bedah mayor, trauma berat, atau luka bakar.

B.     Patofisiologi :
Ada dua tipe utama batu empedu yaitu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan tersusun dari kolesterol
Batu pigmen : akan terbentuk bila pigmen yang terkonjugasi dalam empedu mengalami presipitasi / pengendapan, sehingga terjadi batu. Risiko terbentuknya batu  semacam ini semakin besar pada pasien serosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan jalan operasi.
Batu kolesterol : merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfo lipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati, mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol dan keluar dari getah empedu mengendap membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu yang berperan sebagai iritan  yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
Wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu 4 X  lebih banyak dari pada laki-laki. Biasanya terjadi pada wanita berusia > 40 tahun, multipara, obesitas. Penderita batu empedu meningkat pada pengguna kontrasepsi pil, estrogen dan klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insiden pembentukan batu meningkat bersamaan dengan penambahan umur, karena bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu juga meningkat akibat mal absorbsi garam-garam empedu pada pasien dengan penyakit gastrointestinal, pernah operasi resesi usus, dan DM.

C.     Manifestasi Klinik
Gejalanya bersifat akut dan kronis, Gangguan epigastrium : rasa penuh, distensi abdomen, nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien konsumsi makanan berlemak / yang digoreng.
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :
1.       Nyeri dan kolik bilier, jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas, teraba massa padat pada abdomen, pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kanan atas yang menjalar kepunggung atau bahu kanan , rasa nyeri disertai mual dan muntah akan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan dalam porsi besar. Pasien akan gelisah dan membalik-balikkan badan, merasa tidak nyaman, nyerinya bukan kolik tetapi persisten. Seorang kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding adomen pada daerah kartilago  kosta sembilan dan sepuluh bagian kanan, sehingga menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika inspirasi dalam.
2.       Ikterus. Biasanya terjadi obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu keduodenum akan menimbulkan gejala yang khas : getah empedu tidak dibawa keduodenum tetapi diserap oleh darah sehingga kulit dan mukosa membran berwarna kuning, disertai gatal pada kulit.
3.       Perubahan warna urine tampak gelap dan feses warna abu-abu serta pekat karena ekskresi pigmen empedu oleh ginjal.
4.       Terjadi defisiensi vitamin ADEK. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut akan mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.

D.     Etiologi
1.       Statis cairan empedu
2.       Infeksi kuman (E.Coli, klebsiella, Streptokokus, Stapilokokus, Clostridium).
3.       Iskemik dinding kandung empedu.
4.       Kepekatan cairan empedu.
5.       Kolesterol.
6.       Lisolesitin.
7.       Prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti reaksi supurasi dan inflamasi.

E.     Pemeriksaan Penunjang
1.       laboratorium : lekositosis, blirubinemia ringan, peningkatan alkali posfatase.
2.       USG: dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi, USG mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.
3.       CT Scan Abdomen :
4.       MRI.
5.       Sinar X abdomen
6.       Koleskintografi / Pencitraan Radionuklida: preparat radioaktif disuntikkan secara intravena. Pemeriksaan ini lebih mahal dari USG, waktu lebih lama, membuat pasien terpajar sinar radiasi, tidak dapat mendeteksi batu empedu.
7.       Kolesistografi: alat ini digunakan jika USG tidak ada / hasil USG meragukan.

F.      Penatalaksanaan
1.       Non Pembedahan (farmakoterapi, diet)
a.       Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus, NGT, analgetik dan antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang masak, nasi, ketela, kentang yang dilumatkan, sayur non gas, kopi dan teh.
b.      Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur, krim, daging babi, gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.
c.       Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat (chenodiol, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Jarang ada efek sampingnya dan dapat diberikan dengan dosis kecil untuk mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi disaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada dikurangi besarnya, yang kecil akan larut dan batu yang baru dicegah pembentukannya. Diperlukan waktu terapi 6 – 12 bulan untuk melarutkan batu.
d.      Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara menginfuskan suatu bahan pelarut (manooktanoin / metil tersier butil eter ) kedalam kandung empedu. Melalui selang / kateter yang dipasang perkuatan langsung kedalam kandung empedu, melalui drain yang dimasukkan melalui T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan, melalui endoskopi ERCP, atau kateter bilier transnasal.
e.       Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini menggunakan gelombang kejut berulang yang diarahkan pada batu empedu dalam kandung empedu atau duktus koledokus untuk memecah batu menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut tersebut dihasilkan oleh media cairan oleh percikan listrik yaitu piezoelektrik atau muatan elektromagnetik. Energi disalurkan kedalam tubuh lewat rendaman air atau kantong berisi cairan. Setelah batu pecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak  perlahan secara spontan  dari kandung empedu atau duktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam empedu peroral.
2. Pembedahan
a. Intervensi bedah dan sistem drainase.
b. Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis / akut. Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur keluar  lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus, dan getah empedu kedalam kassa absorben.
c. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 cm, bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan, waktu singkat.
d. Kolesistektomi laparaskopi
e. Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus
3.  Pendidikan pasien pasca operasi :
a.       Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala komplikasi intra abdomen yang harus dilaporkan : penurunan selera makan, muntah, rasa nyeri, distensi abdomen dan kenaikan suhu tubuh.
b.       Saat dirumah perlu didampingi dan dibantu oleh keluarga selama 24 sampai 48 jam pertama.
c.       Luka tidak boleh terkena air dan anjurkan untuk menjaga kebersihan luka operasi dan sekitarnya
d.      Masukan nutrisi dan cairan yang cukup, bergizi dan seimbang
e.       Anjurkan untuk kontrol dan minum obat rutin.

G.     Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
1.       Nyeri Akut b/d agen injuri fisik
2.       Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan nutrisi, faktor biologis
3.       Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, terpasangnya alat invasif.
4.       Kurang perawatan diri b/d kelemahan
5.       Kurang Pengetahuan tentang penyakit, diet dan perawatannya b/d mis interpretasi informasi



RENPRA CHOLELITIASIS

No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
1
Nyeri akut b/d agen injuri fisik
Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:
·     Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3
·    Ekspresi wajah tenang
·    klien dapat istirahat dan tidur
·    v/s dbn
Manajemen nyeri :
·      Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
·      Observasi  reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.
·      Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
·      Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
·      Kurangi faktor presipitasi nyeri.
·      Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
·      Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
·      Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
·      Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
·      Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
·      Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
·      Cek riwayat alergi..
·      Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
·      Monitor TV
·      Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
·      Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
2
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan asuhan keperawatan …  jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:
·      BB stabil,
·      nilai laboratorium terkait normal,
·      tingkat energi adekuat,
·      masukan nutrisi adekuat
Manajemen Nutrisi
·      Kaji adanya alergi makanan.
·      Kaji makanan yang disukai oleh klien.
·      Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
·      Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
·      Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.
·      Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
·      Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.

Monitor Nutrisi
·      Monitor BB jika  memungkinkan
·      Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.
·      Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
·      Monitor adanya mual muntah.
·      Monitor adanya gangguan dalam input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
·      Monitor intake nutrisi dan kalori.
·      Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan.
3
Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur invasive.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dan dg KH:
·      Tdk ada tanda-tanda infeksi
·      AL normal
·      V/S dbn
Konrol infeksi :
·         Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
·         Batasi pengunjung bila perlu.
·         Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan sesudahnya.
·         Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
·         Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
·         Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
·         Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.
·         Lakukan dresing infus dan dan kateter setiap hari  Sesuai indikasi
·          Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
·         berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi
·         Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
·         Monitor hitung granulosit dan WBC.
·         Monitor kerentanan terhadap infeksi..
·         Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
·         Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas.
·         Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip jika perlu
·         Dorong istirahat yang cukup.
·         Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
·         Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.
·         Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.
·         Laporkan kecurigaan infeksi.
4
Sindrom defisit self care b.d kelemahan
Setelah dilakukan askep ......  jam ADLs terpenuhi dg KH:
·      Klien bersih, tidak bau
·      Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Self Care Assistence
·      Bantu ADL klien selagi klien belum mampu mandiri
·      Pahami semua kebutuhan ADL klien
·      Pahami bahasa-bahasa atau pengungkapan non verbal klien akan kebutuhan ADL
·      Libatkan klien dalam pemenuhan ADLnya
·      Libatkan orang yang berarti dan layanan pendukung bila dibutuhkan
·      Gunakan sumber-sumber atau fasilitas yang ada untuk mendukung self care
·      Ajari klien untuk melakukan self care secara bertahap
·      Ajarkan penggunaan modalitas terapi dan bantuan mobilisasi secara aman (lakukan supervisi agar keamnanannya terjamin)
·      Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan self care di RS
·      Beri reinforcement atas upaya dan keberhasilan dalam melakukan self care
5
Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga
Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:
·      Keluarga menjelaskan   tentang   penyakit,   perlunya   pengobatan          dan memahami perawatan
·      Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat dilakukan tindakan
Mengajarkan proses penyakit
·      Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit
·      Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit
·      Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan
·      Identifikasi penyebab penyakit
·      Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit.
·      Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan.
·      Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik.
·      Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan